"Rantepao, inilah sebuah kota kecil di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, yang memiliki segudang pesona alam dan budaya. Kota ini terus menggeliat menjadi pusat budaya suku Toraja sekaligus pintu gerbang saat Anda menyambangi keindahan dan kemegahan budayanya. Bersiaplah untuk memulai petualangan dan wisata yang mengesankan di kota yang dikelilingi perbukitan dan puncaknya senantiasa ditutupi kabut itu."
Rantepao, ibu kota Kabupaten Toraja Utara, telah dikenal sejak dulu sebagai gerbang bagi wisatawan yang hendak menikmati suguhan wisata alam, budaya, dan sejarah dari Toraja yang eksotis. Rantepao berjarak sekira 300 km dari Makasar, ibu kota Sulawesi Selatan. Kota ini mudah diakses dengan berbagai pilihan alternatif kendaraan baik darat maupun udara.
Rantepao
terkenal sebagai kota yang cantik dan memiliki suhu yang sejuk. Kota
ini menunjukan pesonanya yang masih bernuansa tradisional kental dan itu
semakin menarik dengan lansekap alam yang hijau. Kota Rantepao
dikelilingi perbukitan yang puncaknya senantiasa ditutupi kabut.
Sepanjang tahun hujan mengguyur kota ini, bahkan di musim kemarau
sekalipun. Tak heran, Rantepao disebut sebagai kota hujan. Selain itu,
Rantepao dilalui oleh Sungai Sa'dan dimana telah menjadi sumber air bagi
pertanian dan peternakan di wilayah sekitarnya.
Sebagai pusat pariwisata dan perdagangan di Toraja, Rantepao memiliki sarana akomodasi dan fasilitas umum yang terbilang lengkap. Oleh karena itu, meski Rantepao hanyalah kota kecil namun aktivitas kota ini cukuplah ramai. Di Rantepao, segala kebutuhan wisatawan baik lokal dan asing lengkap tersedia. Ada beragam pilihan hotel, agen wisata, homestay, money changer, toko, pasar tradisional, mini market, bank, perwakilan perusahaan otobus, ATM, warnet, dan warung makan dapat dengan mudah Anda temukan di kota ini. Keunikan lain dari Rantepao adalah bentuk bangunan-bangunan dari fasilitas umum, seperti bank dan kantor dibangun dengan mengadopsi bentuk rumah adat (tongkonan).
Rantepao adalah ibu kota Kabupaten Toraja Utara yang baru terbentuk tahun 2008 sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2008 dimana Kabupaten Tana Toraja dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten. Pada 26 November 2008, Kabupaten Tana Toraja resmi dibagi menjadi Kabupaten Tana Toraja (dengan ibukota Makale) dan Toraja Utara (dengan ibu kota Rantepao).
Lokasi kota Rantepao yang strategis dan dekat dengan beberapa kawasan tujuan wisata terkenal di Toraja menjadi nilai tambah tersendiri. Rantepao berjarak sekira 4 kilometer dari salah satu desa tujuan wisata yang paling terkenal di Toraja, yaitu Kete Kesu. Mengunjungi Londa (makam gua kapur kuno) maka jarak yang harus Anda tempuh sekira 7 kilometer. Rantepao Lemo berjarak sekira 10 kilometer, di sebelah Selatan Rantepao. Lemo adalah juga area pemakaman tua bagi para leluhur masyarakat Toraja. Sedangkan untuk menuju Makale, ibu kota Kabupaten Tana Toraja, jarak yang harus ditempuh adalah sekira 18 km dari sebelah utara. Sementara, jarak Rantepao Kambira adalah 20 kilometer. Di Kambira terdapat pohon Tarra berumur sekitar 300 tahun dan sekaligus kuburan bagi puluhan jenazah bayi berusia 7 bulan. Batutumonga Rantepao dapat ditempuh dalam jarak 22 km; terdapat 56 menhir di desa ini. Untuk menuju Tilangga' (obyek wisata pemandian alam), jaraknya sekira 12 km dari selatan Rantepao.
Berpetualanglah dengan melebur ke dalam riuh ramai pasar tradisional di Rantepao. Itu karena pasar tradisional di kota ini berupa pasar keliling yang hanya ramai setiap 6 hari sekali. Ada jenis 2 pasar di kota ini, yaitu pasar kebutuhan barang pokok dan pasar hewan. Pasar hewan merupakan pasar yang hanya diadakan pada waktu tertentu dan hanya menjual hewan seperti kerbau, babi, dan anjing.
Wisata Alam dan Budaya Bumi Lakipadada Tana Toraja
Bumi
Lakipadada, Tana Toraja. Daerah primadona wisata Sulsel ini juga
dijuluki surganya wisata alam dan budaya, karena memiliki kekayaan dan
keindahan obyek wisata budaya yang termasyhur di dunia.
Wilayah Tana Toraja memiliki luas 3.205,77 km2, terdiri dari 15 kecamatan, 116 lembang (desa), dan 27 kelurahan.
Wilayah Tana Toraja memiliki luas 3.205,77 km2, terdiri dari 15 kecamatan, 116 lembang (desa), dan 27 kelurahan.
Kondisi
topografi Tana Toraja berada di daerah pegunungan, berbukit dan
berlembah. Yang mana areanya terdiri dari 40% pegunungan dengan
ketinggian antara 150 m s/d 3.083 m di atas permukaan laut (dataran
tinggi 20%, dataran rendah 38%, rawa-rawa dan sungai 2%). Bagian
terendah kabupaten ini, berada di Kecamatan Bonggakaradeng dan tertinggi
Kecamatan Rindinggallo. Kondisi tersebut menjadikan kabupaten ini kaya
akan keragaman obyek wisata alam dan budaya yang hingga kini tetap
terjaga dan terpelihara.
Tana Toraja memiliki kekayaan budaya warisan leluhur yang tidak akan dijumpai di belahan bumi lain selain di Tana Toraja.
obyek wisata Kambira (kuburan pohon khusus bayi), Londa, Kete Ke’su, Batutumonga, Lemo Buntang, Bori, Lo’ko Mata, Perkampungan Buntao, Nanggala, Marante, Pekampungan Seni Ukir, arum jeram di Sungai Sa’dan, dusun Patane dan keragaman budaya upacara kematian (rambu solo) dan pesta syukuran (rambu tuka), Silaga Tedong atau pun atraksi Sisemba (adu kaki).
obyek wisata Kambira (kuburan pohon khusus bayi), Londa, Kete Ke’su, Batutumonga, Lemo Buntang, Bori, Lo’ko Mata, Perkampungan Buntao, Nanggala, Marante, Pekampungan Seni Ukir, arum jeram di Sungai Sa’dan, dusun Patane dan keragaman budaya upacara kematian (rambu solo) dan pesta syukuran (rambu tuka), Silaga Tedong atau pun atraksi Sisemba (adu kaki).
Wisata Alam dan Budaya
Kambira (Kuburan Bayi di dalam Pohon)
Obyek
wisata satu ini sangat unik, karena jenazah bayi yang sudah meninggal
dimasukkan ke batang pohon. Sebelum jenazah dimasukkan ke dalam batang
pohon, terlebih dahulu batang pohon itu dilubangi, dengan ketentuan
lubang tidak boleh menghadap ke arah kediaman keluarga yang meninggal.
Mayat bayi lalu diletakkan ke dalam, dan ditutupi dengan serat pohon
dari bahan pelepas enau (kulimbang ijuk). Pengunjung yang bertanda di
perkampungan ini, bisa melihat langsung kuburan para bayi yang
dimakamkan di atas pohon. Pohon tersebut bernama Tarra, pohon yang
menyerupai pohon buah sukun dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5
meter. Pohon ini telah berumur sekitar 300 tahun dan tersimpan puluhan
jenazah bayi berusia 0-7 tahun di dalamnya. Obyek wisata Kambira berada
di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Kota
Rantepao. Saat ini pohon tempat menyimpan mayat bayi tersebut sudah
tidak digunakan lagi. Namun pohon Tara tersebut masih terlihat tegak
berdiri, sehingga menjadi data tarik yang banyak dikunjungi wisatawan
lokal mau pun mancanegara.
Dusun Patane
Tempat wisata ini menarik untuk
dikunjungi. Karena dapat dijumpai setiap kali kita melewati beberapa
dusun atau perkampungan warga. Patane adalah kuburan dari kayu yang
berbentuk rumah Toraja. Biasanya dalam satu dusun, memiliki area Patane
yang memang sudah dipersiapkan secara berkelompok. Di mana satu Patane,
biasanya digunakan oleh satu keluargga yang akan menyimpan mayat
keluarganya didalam lebih dari satu jenazah, bahkan biasa ada yang lebih
dari lima jenazah. Dan itu dilakukan warga dengan ketentuan kelompok
yang mereka buat tersendiri, yang juga disesuaikan dengan kesetaraan
status sosial berkelompok yang berbeda-beda. Misalnya Patane Pong
Massangka yang merupakan turunan bangsawan, di makamkan di dalam Patane,
yang dilengkapi dengan patung (tau-tau) dirinya, terbuat dari kayu.
Obyek wisata ini menjadi keunikan tersendiri buat wisatawan domestik dan
mancanegara, yang selalu menyempatkan diri berkunjung ke Dusun
Patane.
Lokomata
Obyek
wisata ini disebut Lokomata, karena berbentuk bulat dan menyerupai
kepala manusia. Batu raksasa alam ini digunakan sebagai liang (kuburan)
oleh masyarakat yang bermukim di sekitar Desa Pangden, dengan cara
membuat lubang pada baru raksasa. Ukuran lubang disesuaikan dengan
ukuran peti jenazah yang nantinya akan di masukkan ke dalang liang.
Lokasi Lokomata berada di desa Pangden ±30 km dari Kota Rantepao, atau
berada di lereng Gunung Sesean, dengan ketinggian kurang lebih 1.400
meter di atas permukaan laut. Tempat wisata ini begitu unik, menawan,
dan fantastik untuk dikunjungi. Karena selain melihat liang, pengunjung
juga disuguhkan panorama alam yang begitu indah, serta deru arus sungai
di bawah kaki kuburan terlihat begitu alami.
Sungai Sa’dan, Mai’ting, Maulu dan Ma’dong
Arus
air di sungai ini diakui sangat menarik. Karena para wisatawan dapat
melakukan wisata alam, yakni arung jeram secara alami. Segala fasilitas
dan perlengkapan arung jeram dapat disewa di seputaran sungai. Tentu
saja dengan tarif yang terjangkau bagi pengunjung.
Permandian Makula dan Air Terjung Ranteballa
Obyek wisata air panas Makula berada
tidak jauh dari Kota Rantepao, jaraknya sekitar 28 km. Di tempat ini
tersedia kolam anak dan dewasa yang dapat digunakan untuk berendam air
panas setelah perjalanan jauh atau lelah mengunjungi beberapa obyek
wisata yang ada di Rantepao. Untuk masuk ke Makulan pengunjung dikenakan
biaya Rp 10.000 (dewasa) dan Rp 5.000 (anak-anak).
Selain permandian air panas Makula, juga
ada air terjun asin di Kampung Ranteballa, Kecamatan Bittuang.
Menariknya air terjun itu terbilang langka. Pasalnya selain tingginya
mencapai sekitar 50 meter, debit airnya juga tidak pernah berkurang
sekalipun musim kemarau. Airnya ini sangat sejuk dan asri. Kedua obyek
ini, sangat ayik dinikmati sehabis berkunjung ke obyek wisata Kambira,
Dusun Patena, Lokomata dan bermain arung jeram.
Wisata Unik dan Menghibur
Selain
beberapa obyek wisata yang dapat Anda kunjungi di Tana Toraja,
keragaman atraksi wisata juga menjadi daya tarik unik dan menghibur bagi
wisatawan yang berkunjung. Seperti dapat menyaksikan upacara pemakaman
jenazah (rambu solo) dan pesta syukuran (rambu tuka) yang merupakan
kalender tetap tiap tahun, tidak terkecuali di program kolosal dari
Pemprov Sulsel, yakni Lovely Desember yang baru-baru diadakan tahun 2008
kemarin. Selain mengunjungi wisata di upacara kematian rambu solo dan
rambu tuka, ada juga atraksi Sisemba dan Silaga Todong. Dalam atraksi
ini, puluhan pemuda Tana Toraja, berseragam putih dan biru saling serang
dengan menggunakan kaki. Aksi ini bukanlah tawuran, melainkan sebuah
seni beladiri masyarakat Tana Torja yang unik. Dimana kaki kedua
kelompok saling beradu, mengejar, dan kembali beradu kaki. Biasanya
atraksi Sisemba, ditampilkan secara massal di perayaan pesta panen atau
pesta kematian.
Suvenir Khas Toraja
Setelah
menikmati keindahan panorama obyek wisata alam dan budaya, Anda bisa
mampir di toko-toko pada pusat Kota Rantepao untuk membeli beragam
cinderamata dan makanan khas Toraja, seperti Depa Tori, makanan yang
terbuat dari beras ketan dicampur gula merah. Bentuknya kecil, garing
dan manis. Ada juga ukiran Toraja, yang bisa dibawa pulang dan jadikan
oleh-oleh untuk sanak keluarga, sahabat dan mitra kerja Anda, seperti
kain tenun, patung, golok, dan rumah-rumahan tongkonan dari yang kecil
sampai yang besar. Harganya dijamin murah dan menjangkau dompet
pengunjungnya. Jadi tunggu apa lagi, Bumi Lakipadada siap setiap saat
menanti kunjungan Anda.
Objek Wisata di Kabupaten Tana Toraja
Pallawa
Tongkonan adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Tongkonan berasal dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi berdasarkan tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial Masyarakat Toraja). Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem (bangah) saat ini sebagian sudah dicor. Di bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan yang berada di antara pohon-pohon bambu di puncak bukit. Tongkonan tersebut didekorasi dengan sejumlah tanduk kerbau yang ditancapkan di bagian depan rumah adat. Terletak sekitar 12 Km ke arah utara dari Rantepao.
Londa
Londa adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Londa terletak de Desa Sendan Uai, Kecamatan Sanggalai, sekitar 5 Km ke arah selatan dari Rantepao, Tana Toraja.
Ke'te Kesu
Ke’te Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa deretan rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir. Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.
Batu Tumonga
Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat melihat keindahan Rantepao dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah Sesean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut.
Lemo
Lemo merupakan sebuah kuburan yang dibuat di bukit batu. Bukit ini dinamakan Lemo karena bentuknya bulat menyerupai buah jeruk (limau). Di bukit ini terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan tiap lubangnya merupakan kuburan satu keluarga dengan ukuran 3 X 5 M. Untuk membuat lubang ini diperlukan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dengan biaya sekitar Rp. 30 juta. Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman Lemo anda dapat melihat mayat yang disimpan di udara terbuka, di tengah bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene. Kuburan Batu Lemo ini terletak di sebelah utara Makale, Kabupaten Tana Toraja.
Arung Jeram Sungai Sa’dan
Sungai Sa’dan memiliki panjang sekitar 182 km dan lebar rata-rata 80 meter serta memiliki anak sungai sebanyak 294. Di sepanjang Sungai ini terdapat beberapa jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda, seperti jeram Puru’ dengan kategori tingkat kesulitan III; jeram Pembuangan Seba dengan kategori tingkat kesulitan IV, yaitupermukaan air di pinggir sungai yang lebar dan tiba-tiba menyempit dengan cepat; jeram Fitri dengan kategori tingkat kesulitan V, yaitu berupa patahan dan arus sungai yang menabrak batu besar yang dapat menyebabkan perahu menempel di batu dan terjebak diantaranya. Selain itu, topografi daerah ini juga sangat menarik dengan keindahan alam dan udara yang sejuk di sepanjang perjalanan.
Lokasi Sungai Sa’dan ini dimulai dari jembatan gantung di Desa Buah Kayu kabupaten Tana Toraja dan berakhir di jembatan Pappi Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Upacara Adat Rambu Solo
Rambu Solo dalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.
Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus. Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Selain itu, dalam upacara adat ini terdapat berbagai atraksi budaya yang dipertontonkan, diantaranya adu kerbau, kerbau-kerbau yang akan dikorbankan di adu terlebih dahulu sebelum disembelih, dan adu kaki. Ada juga pementasan beberapa musik dan beberapa tarian Toraja.
Kerbau yang disembelih dengan cara menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan, ini merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja. Kerbau yang akan disembelih bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapi kerbau bule “Tedong Bonga” yang harganya berkisar antara 10 – 50 juta per ekornya.
Upacara adat ini biasanya dilaksanakan di Kampung Bonoran, Desa Ke’te’ Kesu’, Kecamatan Kesu’, Tana Toraja.
Toraja keren Daya tarik wisata Toraja
BalasHapus